Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo

Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo - Sahabat Pembaca sifat ramalan yang budiman, ulasan berikut yang berhubungan dengan Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo, semoga dapat menambah khasanah wawasan anda dan sekiranya dapat bermanfaat, jika da sesuatu hal yang kurang berkenan ayau ada kesalahan dan pesan silahkan untuk comentar di bawah yang berhubungan dengan Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo, kami sangat bertrimakasih sekali dan semoga menjadi manfaat


Download artikel Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo :
DOWNLOAD



Nyanyian Ladang

Kau akan cukup punya istirah
Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya sandang
Buat menikah. Setelah selesai melunas hutang
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya pangan
Buat si ujang. Setelah selesai pergi kondangan
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya ladang
Buat bersawah. Setelah selesai mendirikan kandang
Pak tani, jangan menangis

(Daerah Perbatasan, 1982: 25)



Analisis semiotika puisi “Nyanyian Ladang” bertujuan untuk mengungkap makna atau gagasan di balik tanda (yaitu teks puisi). Dalam memahami puisi “Nyanyian Ladang” dengan menggunakan kajian semiotik melalui dua tahap.
  1. Pembacaan heuristik yaitu pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik atau tiruan alam yang membangun arti yang berserakan. Kajian ini didasarkan pada pemahaman yang lugas berdasarkan denotatif.
  2. Pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh.

Dalam tahap pertama, mula-mula puisi tersebut dibaca secara berurutan sehingga membentuk narasi teks dengan menambah kata-kata penjelas agar kalimatnya sempurna secara gramatikal sehingga mudah dipahami. Selain penambahan kata juga dilakukan pembalikan susunan kata (frase, kalimat) –bila diperlukan– agar kalimat mudah dipahami. Hasil pembacaan heristik puisi tersebut adalah sebagai berikut.


Bait ke-1

Pak tani, (kau) jangan menangis. Kau akan cukup punya istirah(at) di siang hari setelah (kau) mengerjakan sawah.

Bait ke-2
Pak tani, (kau) jangan menangis. Kau akan cukup punya sandang buat menikah setelah (kau) selesai melunas hutang(mu).

Bait ke-3
Pak tani, (kau) jangan menangis. Kau akan cukup punya pangan (=makanan) buat si ujang (=anakmu) setelah (kau) selesai pergi kondangan (=kenduri).

Bait ke-4
Pak tani, (kau) jangan menangis. Kau akan cukup punya ladang buat bersawah setelah (kau) selesai mendirikan kandang.

Pembacaan heuristik tersebut belumlah memberikan makna puisi yang sebenarnya. Selanjutnya adalah pembacaan hermeunistik.

Secara denotatif, puisi tersebut merupakan sebuah ungkapan hiburan kepada petani agar tidak menangis (bersedih). Namun kita lihat ungkapan yang digunakan penyair. Penyair menggambarkan keadaan petani yang sangat menderita, yaitu digambarkan:
  • Pak tani akan punya waktu istirahat jika sudah selesai mengerjakan sawah.
  • Pak tani akan punya makanan untuk anaknya jika ada kondangan.
  • Pak tani akan punya sandang buat menikah jika sudah selesai melunas hutang.
  • Pak tani akan punya ladang buat bersawah jika sudah selesai mendirikan kandang.

Kita lihat masing-masing pernyataan tersebut pada klausa kedua yaitu klausa berbentuk keterangan persyaratan (jika sudah selesai mengerjakan sawah). Dengan persyaratan tersebut menunjukkan keadaan petani yang sangat menderita. Bahkan keadaan yang menderita tersebut digambarkan secara hiperbolis dengan pernyataan: Pak tani akan punya makanan untuk anaknya jika ada kondangan.


Dengan penggambaran keadaan petani yang sangat menderita tersebut, penyair seakan-akan ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah keadaan petani. Penyair ingin orang-orang tahu keadaan petani untuk kemudian mau peduli untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi dari teks puisi tersebut terlihat ada kontradiksi dengan gagasan penyair.

Hal itu disebut sebagai ironi. Ironi merupakan cara menyampaikan maksud secara berlawanan atau berkebalikan. Panyair menggunakan gaya ironi untuk menciptakan efek yang lebih mengena kepada pembaca.

----------------------------------
Download artikel Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo :
DOWNLOAD




Semoga artikel Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo bermanfaat

Salam hangat Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Sifat ramalan kali ini.

Baca juga artikel berikut


Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kajian Semiotik Puisi “Nyanyian Ladang” Karya Subagio Sastrowardoyo"

Posting Komentar