a. Menurut teori filologi, teks klasik boleh dianggap barang abstrak, karena teks aslinya telah hilang. Naskah, yang sering dikacaukan dengan teks, sebenarnya merupakan turunan dari teks aslinya. Maka, teks bisa lebih tua daripada naskah yang mewakilinya.
b. Tradisi ialah proses penyalinan atau penurunan teks asli did alma teori filologi.
c. Kritik teks ialah pengkajian terhadap versi naskah, untuk memperoleh naskah aslinya – atau setidaknya naskah yang paling mendekati teks aslinya. Dan ini merupakan kerja awal dari proses pengkajian sebuah naskah – tidak terkecuali naskah lakon.
d. Lakon adalah istilah lain dari ‘drama’, kata lakon berasal dari bahasa Jawa, yang berarti lampahan.
e. Lakon (drama), bagi sastrawan merpakanjenis lain di samping puisi dan prosa.
f. Lakon sastra adalah lakon-lakon di mana kaidah-kaidah sastra dapat diharapkan sebagai sarana acuan dalam pengkajian lakon.
g. Lakon ada yang memiliki naskah lakon, ada yang tidak, pementasan lakon lewat TVRI atau radio, biasnya biasanya dituntut adanya naskah lakon.
h. Tahun 1910 dan 1933 merupakan periode pembaharuan atau periode renaissance. Dalam periode ini terjadi upaya penolakan terhadap proses pengekoran terhadap nilai-nilai budaya asing.
i. Pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta berdirilah kelompok Teater “Maya”. Pendirinya adalah Usmar Ismail Almarhum. Tujuannya menegakkan kegiatan untuk kejayaan budaya Indonesia secara tegas. Di sinilah mulai timbulnya tradisi penulisan naskah lakon.
j. Dua tokoh penting pada periode renaissance ialah:
- Usmar Ismail, pemimpin dan sutradara kelompok”Maya”
- Anjas Asmara, pemimpin dan sutradara Kelompok sandirwara “Cahaya Timur”.
- Naskah-naskah lakon menjadi lebih terdokumentasi.
- Munculnya dengan jelas dan tegas komponen atau unsure sutradara yang berkedudukan dan berfungsi penuh.
- Corak, gaya dan jangkauannya telah berpijak pada bumi Indonesia; tetapi dalam dunia pentas masih berkiblat ke Barat.
m. Untuk keperluan sistematika dalam pengkajian terhadap periode terdisi penulisan naskah lakon di Indonesia, dapat dibedakan dalam dua kurun waktu:
- Kurun waktu naskah lakon Drama sastra
- Kurun waktu naskah lakon drama Tiratrikal/teateral.
- Roestam Effendi : Bebasari (1926)
- Sanusi Pane : Airlangga (1928), Kertajaya (1932), Manusia Baru (1930), Sandyakalaning Majapahit ( 1933).
- Armyn Pane : Setahun di Bedahulu (1930), Lukisan Masa (1937), Negara Lenggang Kencana (1939), Jinak-jinak Merpati (1944), Barang Tiada Berharga (1945).
- Sebelum tahun 1967/1968 biasa disebut ‘naskah lakon sastra’
- Sesudah tahun 1967//1968 biasa disebut ‘naskah lakon sutradara’.
q. Naskah lakon yang masih pralakon, baru menjadi lakon yang sebenarnya apabila sudah dipentaskan.
r. Dalam proses pendekatan, pengkajian, pemahaman dan penikmatan, seni drama dan teater, dan juga film, kita harus mempertimbangkan:
- Aspek intrinsik
- Aspek literer yang tampak dalam struktur
- Aspek teateral yang tampak dalam tekstur dan pemanggungannya.
- Aspek ekstrinsik
Aspek konteks yang tampak dalam factor-faktor penunjang yang berfungsi sebagai variable-variabel semiotic, menunjang dan pendukung proses penjadian taeater.s. Jika naskah lakon jenis prosa dan puisi umumnya sudah selesai dalam dirinya maka jenis drama barulah sempurna apabial sudah dipentaskan.
Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Semoga artikel Pengkajian Naskah Lakon bermanfaat
Salam hangat Pengkajian Naskah Lakon, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Sifat ramalan kali ini.
0 Response to "Pengkajian Naskah Lakon"
Posting Komentar