Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto

Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto - Sahabat Pembaca sifat ramalan yang budiman, ulasan berikut yang berhubungan dengan Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto, semoga dapat menambah khasanah wawasan anda dan sekiranya dapat bermanfaat, jika da sesuatu hal yang kurang berkenan ayau ada kesalahan dan pesan silahkan untuk comentar di bawah yang berhubungan dengan Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto, kami sangat bertrimakasih sekali dan semoga menjadi manfaat


BAB I
DRAMA DAN TEATER SEBAGAI BENTUK SENI
  1. Pengertian Drama
Kata ‘drama’ berasal dari kata Greek (bahasa Yunani)’draien’, yang diturunkan dari kata ‘draomai’, yang semula berarti berbuat, bertindak, dan beraksi. Selanjutnya kata drama mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Panuti Sujiman (editor), dalam “Kamus istilah Sastra” (1984: 20) memberi batasan ‘drama’ adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian atau konflik dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung.
Herymawan RMA dalam “Dramaturgi” Bagian Ke I merumuskan pengertian drama berdasarkan beberapa pendapat, yaitu: (1) drama adalah kualitas komunikasi, situasi, aksi, yang menimbulkan perhatian, kehebatan, dan tegangan pada pendengar atau penonton, (2) menurut Moultan “Drama” adalah kehidupan yang dilukiskan dengan gerak, (3) drama adalah ceritera konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas, yang menggunakan bentuk cakapan dan gerak atau penokohan perwatakan di hadapan penonton.
  1. Pengertian Teater
Kata ‘teater’ juga berasal dari bahasa Yunani, Teatron yang diturunkan dari kata ‘theomai’, yang berarti takjub melihat, memandang. Jadi jelas, jika kita berbicara tentang ‘teater’, sebanarnya kita bicarakan soal proses kegiatan dari lahirnya, penggarapan, penyajian, atau pementasan smpai dengan timbulnya tanggapan atau reaksi penonton atau public. Dengan kata lain, teater memiliki arti yang lebih luas, sekaligus menyangkut seluruh kegiatan dan proses penjadian dari proses penciptaan, penggarapan, penyajian atau pementasan, dan penikmatan.
  1. Pengertian Seni Drama dan Teater
Drama adalah jenis sastra di samping jenis puisi dan prosa. Hakikat drama adalah konflik atau tikalan. Karena sastra termasuk cabang kesenian, maka drama merupakan bentuk kesenian juga. Drama sering disebut seni pertunjukan. Teater adalah istila lain dari drama, tetapi dalam arti yang lebih luas; yakni meliputi; proses pemilihan naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian/pementasan, dan proses pemahaman atau penikmatan dari publik.
Perbedaan seni drama dan teater dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut:
Drama
Teater
Lakon (play)
Pertunjukan (performance)
Naskah (script)
produksi (production)
Teks (text)
pemanggungan (staging)
Pengarang
pemain, pelaku, pemeran (actor/aktris)
Kreasi (creation)
penafsiran (interpretation)
Teori (theory)
praktek (practice)
Bisa dikatakan perbedaan seni drama dan teater adalah;
Drama : - merupakan lakon yang belum dipentaskan.
  • skripsi yang belum diproduksi
  • teks yang belum dipanggungkan
  • hasil kresi pengarang yang masih harus ditafsirkan untuk merebut makna.
  • teori yang harus dipraktekkan/dipentaskan.
Teater : naskah yang telah dipanggungkan untuk dinikmati.
  1. Hakikat, Fungsi, dan Sifat Seni Drama dan Teater
  1. Hakikat Seni Drama dan Teater.
Yang dimaksud ‘hakikat’ di sini juga sesuatu yang ‘esensial’ (yang hakiki, yang harus ada). Hakikat drama adalah ‘tikaian’ atau ‘konflik’. Perwujudannya dalam teater dapat berupa gerak, cakapan (baik dialog maupun monolog) atau penokohan. Tikaian ini dapat berupa; tikaian yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, yang terjadi antra individu dengan individu lain, dlll.
  1. Fungsi Seni Drama dan Teater.
Fungsi drama dan teater pada umumnya dan khusunya adalah harus berguna dan menyenangkan. Maksudnya, disamping berfungsi sebagai penghibur, seni ini juga bermanfaat, artinya dapat member ‘sesuatu’ kepada penikmatnya. ‘Sesuatu’ itu dapat berupa pengetahuan, pendidikan, pengajaran, penerangan, dll.
  1. Sifat Seni Drama dan Teatar.
Berdasarkan kurikulum 1975 dan 1984, seni drama dan teater merupanakan subbidang kesenian. Penempatan, Pengkajian Puisi, Pengkajian Cerkam Pengkajian Drama, serta Seminar Puisi memberi indikasi bahwa puisi, ragam sastra, tetapi bidang studi sastra yang berdiri sendiri. Sebagai salah satu jenis sastra dan salah satu bdiang kajian sastra, drama memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan dua jenis atau bidang studi sastra lainnya yaitu puisi dan prosa. Kelebihan terletak pada sifatnya yang lebih objektif, kolektif, kompleks dan multikontekstual. Itulah sebabnya seni drama dan teater juga ‘seni objektif’, ‘seni kolektif’, ‘seni ansambel’, ‘seni kompleks’, dan ‘seni multikontekstual’.
  1. Hubungan Seni Drama dan Teater dengan Cabang-cabang Seni lainnya
Seni drama dan teater merupakan seni yang sekaligus kompleks, hampir semua cabang seni ada di dalamnya. Sebuah drama dan teater bagai cermin tanpa bingkai. Keduanya menggambarkan gerak kehidupan. Adapun cabang-cabang seni yang berfungsi sebagai pendukung dan penunjang berhasil tidaknya sebuah pementasan drama antara lain:
  1. Seni Bahasa dan Sastra
  2. Seni gerak (acting)
  3. Seni Rias ( make-up)
  4. Seni Busana (costum)
  5. Seni Dekorasi (scenery)
  6. Seni Suara dan Musik
  7. Seni Tata Lampu (lighting)
  8. Seni Tari dan Koreografi
  9. Seni Rupa
  10. Seni Pentas,dll.

BAB II
STUKTUR LAKON
  1. Pengertian Lakon
Lakon adalah kisah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh sejumlah pemain (Riris K. Sarumpaet). Lakon adalah karangan berbentuk drama yang ditulis dengan maksud untuk dipentaskan (Panuti Sudjiman).
  1. Istilah lain dari drama ialah;
  • Lakon (berasal dari bahasa Jawa; laku-an-lakon)
  • Tonil (berasal dari bahasa Belanda ‘toneel’
  • Pentas (drama yang dipentaskan)
  • Play, artinya permainan
  • Teater
  • Sandiwara.
Ki Hajar Dewantara member arti ‘sandiwara ialah pengajaran jenis sastra yang dilakukan dengan perlambangan. Hakikat lakon adalah tikaian (konflik), hakikat cerkam adalah cerita. Hakikat puisi adalah kata, diksi, konsentrasi dan imajinasi. Jenis cerkam menekankan pada tiga variable yaitu:
  • Tema dan amanat.
  • Penulis.
  • Pembaca.
  1. Unsur-unsur Drama
  1. Tema dan Amanat
Penulis naskah lakon bukanlah mencipta untuk semata-mata, tetapi juga untuk menyampaikan sesuatu (pesan, amanat, message) kepada publik, masyarakat. Penulis naskah lakon menciptakan untuk menyuguhkan persoalan kehidupan manusia, baik kehidupan lahiriah maupun kehidupan batiniah, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak.
  1. Penokohan
Yang dimaksud penokohan di sini adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon, penokohan harus mampu menciptakan citra tokoh. Karenanya, tokoh-tokoh harus dihidupkan.
Penokohan menggunakan berbagai cara, watak tokoh dapat terungkap lewat:
  1. Tindakan atau lakuan
  2. Ujaran atau ucapan
  3. Pikiran, perasaan, dan kehendak
  4. Penampilan fisiknya
  5. Apa yang dipikirkan, dirasakan atau dikehendaki tentang dirinya, atau tentang diri orang lain.
Tokoh atau karakter adalah bahan baku yang paling aktif sebagi penggerak jalan cerita. Karakter yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang hidup—bukan mati. Dia adalah boneka-boneka di tangan kita. Karena tokoh ini berpribadian dan berwatak, maka memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapt dirumuskan ke dalam tiga dimensional:
  1. Dimensi Fisiologis (ciri-ciri badan)
  2. Dimensi Sosiologis (ciri kehidupan masyarakat)
  3. Dimensi Psikologis (latar belakang kejiwaan)
Ada empat jenis tokoh peran watak yang merupakan anasir keharusan kejiwaan, yaitu:
  1. Tokoh Protagonis (peran utama, pusat sentral)
  2. Tokoh Antagonis (peran lawan)
  3. Tokoh Tritagonis ( peran penengah)
  4. Tokoh Peran Pembantu (peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik).
Dilihat dari segi perkembangan watak tokoh, dapat kita lihat jenis-jenis tokoh:
  1. Tokoh Andalan: tokoh yang tidak menjadi peran utama, tetapi menjadi kepercayaan dari protagonis.
  2. Tokoh Bulat: tokoh dalam karya sastr, baik jenis lakon maupun roman/novel, yang diporikan segi-segi wataknya,hingga dapat dibedakan dari tokoh-tokoh lain.
  3. Tokoh datar atau tokoh pipih: tokoh dalam karya sastra, baik lakon maupun roman/novel, yang hanya diungkapkan dari satu segi wataknya.
  4. Tokoh durjana: tokoh jahat dalam cerita.
  5. Tokoh Lawak
  6. Tokoh Statis: tokoh dalam roman/novel atau lakon yang dalam perkembangan lakunya sedikit sekali, atau bahkan sama sekali tidak berubah.
  7. Tokoh Tambahan: tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
  8. Tokoh Utama: atau disebut juga tokoh protagonis.
  1. Alur
Alur adalah konstruksi, bagan/skema atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi atau prosa; bentuk peristiwa dan perwatakan itu menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu (J.A. Cuddon). Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (Panuti Sudjiman).
Macam-macam alur, diliahat dari sisi lain:
  1. Alur menanjak: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang semakin menanjak sifatnya.
  2. Alur menurun: jalinan peristiwa dalam sastra yang semakin menurun sifatnya.
  3. Alur maju: jalinan peristiwa dalam suatu sastra yang berurutan dan berkesinambungan secara kronologis dari tahap awal sampai tahap akhir cerita.
  4. Alur Mundur: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang urutan atau penahapannya bermula dari tahap akhir atau tahap penyelesaian, baru tahap-tahap peleraian, perumitan dan perkenalan.
Bermacam jenis alur yang lain dapat dikemukakan dibawah ini:
  1. Diliaat dari segi mutunya (kualitatif):
  1. Alur erat: jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam karya sastra.
  2. Alur longgar: jalinan peristiwa yang tidak padu, menidakan salah satu peristiwa.
  1. Dilihat dari segi jumlahnya: (1) alur tunggal, (2) alur ganda.
William Hendry Hudson membagi struktur drama dalam enam tahap yaitu: eksposisi, konflik, komplikasi, krisis, resolusi, keputusan. Jika kita hendak menyederhanakan struktur alur dalam drama, paling tidak struktur itu harus mempu mempunyai tiga komponen yaitu: intoduksi, situasi, dan resolusi. Adapun dua jenis teknis penyaluran yang biasa dipergunakan yaitu: (1) sorot balik, (2) tarik balik.
  1. Setting (aspek ruang, aspek waktu)
  2. Tikaian atau konflik
  3. Cakapan (dialog, monolog)
  1. Unsur-unsur Teater
Teater merupakan proses penyajian yang bertolak dan berangkat dari peristiwa ke peristiwa. Formulasi dramaturgi:
  1. M.I. : menghayalkan: pengarang mencipta, mempunyai gagasan atau ide berdasarkan pengalaman subyektif.
  2. M.II. : menulis: pengarang mencipta dan diungkapkan dalam teks/naskah.
  3. M.III : memainkan: para kerabat kerja teater menafsirkan naskah lakon.
  4. M.IV : publik menyaksikan/memahami pementasan drama.
Teks adalah peristiwa kesenian (DR.SO Robson). Unsur-unsru yang membangun kesatuan dan keutuhan formula dramaturgi:
  1. Naskah lakon
  2. Produser.
  3. Sutradara
  4. Pemain
  5. Para pekerja/kerabat panggung.
  6. Penonton.
Naskah merupakan proses penurunan dari teks asli yang merupakan idea tau gagasan. Sedang penurunan teks akan menimbulkan banyak variasinya. Untuk memperoleh naskah mana yang mendekati teks aslinya, kita perlu membedakan tiga aspek:
  1. Asal atau terjadinya teks.
  2. Keturunan sejak terjadinya sampai sekarang
  3. Penerapan atau penggunaannya sekarang.
Kedudukan naskah lakon ialah sebagi sumber cerita yang harus ditafsirkan oleh seluruh unsure teater sebelum pementasan. Fungsi naskah lakon ialah member inspirasi pada para penafsirnya. Pikiran sutradara pada saat menghadapi naskah lakon;
  1. Apakah nada dasar naskah itu
  2. Mungkah naskah itu dipentaskan.
  3. Mengapa groupnya mengangkat naskah itu ke atas pentas.
  4. Teknik garapan dan gaya apa yang cocok untuk pementasan.
  5. Cocokkah naskah itu dipentaskan groupnya
  6. Berapa waktu dan dana yang diperlukan utnuk menggarap naskah
  7. Berapa waktu putar/running-time-nya.
Hubungan naskah lakon dengan produser: produser memilih naskah lakon, kemudian digarap oleh sutradara. Sedang produser yang mencari dana dan gedung. Hubungan naskah lakon dengan sutradara; sutradara adalah penemu dan penafsir I dari naskah lakon. Hubungan naskah dengan pemain sebagai penafsir II. Pemain melaksanakan tugasnya sesuai dengan hasial penafsiran sutradara terhadap naskah lakonnya. Antara pemeran dan naskah merupakan hubungan antara dua elemen yang paling memerlukan.
Hubungan naskah dengan piñata pentas: sebagai penafsir III. Penata pentas sebagai sarana visual/saran fisik membantu untuk menentukan tingkat kemungkinan naskah lakon itu dapat dikomunikasikan dengan publiknya lewat pementasan.
Fungsi naskah dengan penonton: penafsir ke IV. Naskah yang baik adalah naskah yang mempunyai tingkat kemungkinan yang tinggi untuk dapat berkomunikasi dengan penonton.
  1. Produser adalah penanggung jawab keuangan, tugas utamanya mempergelarkan drama yang sudah digarap oleh sutradara. Lebih berperan daripada sutradara, actor/aktris dan kerabat kerja lainnya.
  2. Dalam tata laksana administrasi produser dibantu oleh: menager dibidang administrasi, dibidang panggung, dan artistic.
  3. Produser drama, teater dan film dapat ditangani oleh: instansi atau lembaga pemerintah atau petugasnya, yayasan atau organisasi swasta, atau petugasnya, dan sutradara sendiri.
  4. Sutradara adalah seorang seniman teater yang mewujudkan secaa menyeluruh ked alma kenyataan teater. Penyutradaraan adalah metode, teknik pendekatan sutradara dalam menggarap naskah lakon sampai dengan teknik dan gaya pementasannya. Ada dua tipe sutradara diliahat dari segi fungsinya:
  1. Penemu dan penafsir utama naskah lakon secara kreatif.
  2. Pencipta kondisi kerja.
  1. Ruang lingkup dan fungsi sutradara; memilih, mendalami, menghayati, menafsirkan naskah lakon, memilih dan menetukan pemain, mengadakan kerjasama yang baik dengan seluruh kerabat kerja teater dan panggung dalam proses panggarapan naskah.


BAB III
JENIS-JENIS DRAMA DAN TEATER
  1. Jenis-jenis Drama
  1. Drama ajaran: lakon-lakon abad pertengahan dengan tokoh yang melambangkan kebaikan dak keburukan, kegembiraan, persahabatan dan sejenisnya.
  2. Drama Baca: drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.
  3. Drama Pentas: drama ini memang diciptakan untuk dipentaskan.
  4. Drama busana: drama dengan latar masa yang berbeda dengan masa kini, sehingga untuk pementasannya memerlukan tata busana khusus.
  5. Drama masa: lakon yang ditulis pada akhir abad XIX.
  6. Drama Duka: drama yang akhirnya dengan menyedihkan.
  7. Drama dukaria: drama yang berisi tragedy-komedi.
  8. Drama riadi: drama ria mencapai efeknya melalui tokoh dan watak, alur, bahasa dan satire. Drama ini terutama menghimbau akal budi penonoton, dan bahkan seringkali mengandung amanat yang serius.
  9. Drama riantik: pada mulanya istilah ini menunjuk pada irama ria yang secara romantic menyajikan kembalik kehidupan sebagaimana diangan-angankan penulisnya, dan tidak sebagaimana nyatanya.
  10. Drama romantik:
  11. Drama santun
  12. Drama sebabak
  13. Drama wiraan
  14. Drama puitik
  15. Drama liris
  16. Drama simbolis
  17. Drama monolog
  18. Drama rakyat
  19. Dram tradisional , dll.
  1. Jenis-jenis teater
  1. Dilihat dari segi bentuk:
  1. Teater tradisional
  2. Teater modern
  1. Dilihat dari kurun waktu:
  1. Teater klasik
  2. Teater tradisional
  3. Teater modern
  4. Teater kontemporal.
  1. Diliahat dari segi daerah:
  1. Teater daerah
  2. Teater Indonesia
  3. Teater Asing.
  1. Dilihat dari gaya penyajiannya:
  1. Teater Prosais
  2. Teater liris
  3. Teater simbolis
  4. Teater realis
  5. Teater naturalis
  6. Teater serealis
  7. Teater romantic
  8. Teater liturgis.

BAB IV
TEATER TRADISIONAL JENIS WAYANG DAN KETOPRAK
  1. Wayang
  1. Pengertian Wayang
Kata ‘wayang’ berasal dari akar kata ‘yang’. Kira-kira berarti gerakan yang berulang-ulang tidak tetap. Bervariasi dengan akar kata ‘yong’, ‘yung’, rayong, sempoyongan, Poyang-panyingan, dapat disimpulkan ‘wayang’ berarti bayangan yang bergoyang, bolak-balik, atau mondar-mandir. Menurut Nederlans Indie Volk Geschiedenis ‘wayang’ adalah suatu permainan bayangan kelir (layar) yang dibentangkan.
  1. Jenis Wayang
  1. Wayang pruwa
  2. Wayang gedhog
  3. Wayang klithik
  4. Wayang golek
  5. Wayang topeng
  6. Wayang wong
  7. Wayang beber.
Menurut Woordenboek Javaas-Nederlands, wayang ada empat, yaitu:
  1. Wayang kulit
  2. Wayang golek
  3. Wayang wong
  4. Wayang cina.
  1. Karakteristik jenis-jenis wayang
  1. Wayang Beber.
Wayang ini merupakan pembesaran wayang purwa atas perintah Prabu Mahesa Tandreman, raja Pejajaran. Wayang ini dimainkan oleh seoran gdalam ang bernama ‘Widdhucaka’. Ia memegang sebialh kayu utnuk menunjukkan gambar-gambar pada rahwana. Lakon yang apling popular adalah Joko Kembang Kuning.
  1. Wayang Gedhog
Wayang Gedhog reportoirnya menisahkan R.Panji dan Condro Kirana. W.G menceritakan empat raja bersaudar; Kediri, Jenggala, Singasari, dan Urawan/Ngurawan. Ciri-ciri wayang gedhog ialah memakai keris, kelat bahu, anting-anting dan lain-lain. Tidak ada kera dan raksasa. Raja Sabrang ialah Prabu kelana, memiliki bala tentara Bugis yang memakai iakt kepala yang panjang. Repertoire disusun cukup untuk pementasan satu malam suntuk. Slah satu sumber cerita ialah Smaradahana. Music yang digunakan dalam wayang ini adalah gamelan ‘Pelog’.
  1. Wayang Kidang Kencana.
Disebut wayang Kidang Kencana sebab semua pakaian yang sebaiknya terdiri dri emas dilapis emas. WKK digubah oleh Sunan Gunung Giri bersama Pengeran Trenggorno pada tahun 1477 dengan jalan memperkecil ukuran wayang.
  1. Wayang golek.
Wayang golek merupakan kombinasi bentuk wayang kulit dan arca yang berbentuk seperti boneka atau golek. Tokoh dalam wayang golek: Wong Agung Menak, Umar Maya, tokoh-tokoh terdapat dalam cerita Amir Hamzah antara lain: Buzur, Alkas menteri, dll. 8 s.d 9. Seperti halnya wayang kulit tiap-tiap pelaku dalam Wayang Orang memiliki kekhasan ontowanconnya sendiri-sendiri. Cakapan anatar tokohk dilakukan oleh para pemain yang bersangkutan. Tetapi suluk dan pengarah laku dilakukan oleh dalang.
  1. Wayang Sunggingan.
Raja Brawijaya mempunyai seorang anak putera bernama SUnnging Prabangkara. Istilah ‘sungging’ berasal dari nama desa Sungginpan tempat Kyai Telingung yang erkenal pandai memahat dari aliran Sungging.
  1. Wayang Krucil.
Wayang krucil ini dibuat dari kayu tipis bentuknya mirip wayang Beber. Dibuat zaman Raja brawijaya. Ceriteranya mengisahkan hubungan kerajaan jenggala, Kendari, Ngurawan, dan Singosari, samapi dengan kerjaan Majalengaka. Gemelan pengiriangnya adalah gamelan Sledro. Cara mempergelarkannya menggunakana’plangkan’seperti Wayang Golek dan Wayang beber atau Wayang Sunggiyan. Kemudian Wka ini diperbaiki oleh Sunan Bonang untk memperingati R. Damarwulan dan Ratu Ayu dari Majapahit.
  1. Wayang Wong (Wayang orang).
Berdasarkan para pengmat, wayang Wong telah ada sejak tahun 1910, sumber ceritanya sama dengan wayang kulit. Para pelakunya bukan boneka-boneka yang dibuat dari kulit atau kayu, tetapi orang yang hidup. Masa putar wayang orang 2 s.d 4 jam, sedang wayang kulit semalam suntuk. Di dlam wayang wong ini terlihat usaha yang berasal dari kalangan keratin, untuk memeberikan bentuk baru kepada tonil bayangan yang klasikitu, dengan pertunjukan yang lebih modern dengna manusia hidup, sehingga Dr. Hazeu menyatakan : Mungkin adanya wayang wonag ini di ilhami pada pertunjukakn orang Eropa, jadi nama diberikan Karen boneka/wayangnya.
  1. Wayang Keling Pekalongan
Wayang keeling Pekalongan berkaitan erat dengan masuk dan perkembngannya agama islam yang disebarkan oleh para Wali sanga ke Jawa menjelang runtuhnya kerajaan majapahit. Pada peristiwa perang Paregreg di Majapahit mengakibatkan orang –orang Majapahit lari berpencaran menghindari pengaruh agama islam. Mereka itu yang ke timur menuju Bali yang ke teggara mempertahankan kepercayaan aslinya. Tiap tahun mengadakan upacara keagamaan yang disebut Kasodo. Yang ke Jawa Tengah ke daerah Borobudur-Magelang mempertahankan kepercayaan lelururnya-agama budha.
  1. Wayang Dakwah.
Sesuai dengna namanya, Wayang Dakwah dipakai utnuk dakwah agama dan ajaran Islam. Jadi, fungsi dan peran Wayang Dakwah adalah sebagai sarana dakwah, pendidikan, komunikasi, di samping hiburan. Karena wayang pada umumnya bersifat mistik dan penuh dengna kemusrikan, maka Wayang dakwah memasukkan ajaran Islam untuk menghindari dan mencegah hal-hal dan praktek-praktek kemusrikan tersebut.
  1. Wayang Kulit Betawi
Wayang Kulit Betawi tidak mengenal unggah-ungguh atau tatakrama seperti halnya wayang Kulit Surakarta atau Yogyakarta di Jawa Tengah. Konvensi atau pakem yang digunakan dalam WKB ialah seperti apa adanya yang telah diajarkan atau diturunkan secarat turun-temurun oleh guru-guru pendahulu mereka. WKB betul-betul seni pertunjukan rakyat yang unik dan menarik. Tiak terlalu terikat ole pakekm-pekem yang ketat. Unsure improvisasi dan spntaistas lebih iutamakan seperti halnya pada drama kkontemporal
  1. Wayang Kulit Bali
Lakon yang dipergelarkan dalam Wayang KUlit Bali tidak berbeda dengan Wayang Kulit di jawa Tengah. Khususnya , Wayang Kulita bali ditanggap dalam rangka upacara keagamaan Hindu pada hari-hari besar gama Hindu. Repertoirenya juga kmengambil dari Kitab Ramayana dan Mahabharata. Ada beberapa jenis Wayang Kulit Bali misalnya: Wayang Sapu Leger, digunakan utnk upacara ritus kehiduapan manusia. Wayang Sidamal, untuk keperluan ruwatan dan upacara Ngaben, Wayang Lemah untuk upacara Dewa Yadnya. Lakon yang diambilnya dari cerita yang dikeramatkan, misalnya Dewa Ruci.
  1. Wayang Potehi
Wayang yang menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina.
  1. Wayang Madya
Lakonnya antara jaman purba sampai dengan jaman baru, dari Prabu Gendrayana di kerajaan Astina, sampai jamannya Prabu lembusubrata di majapura.
  1. Wayang Tasripin
Diciptakan oleh seorang kaya di Semarang tahun 1920. Semula ia membuta wayan gkulit biasa, lalu diarak seperti Wayang Thailand,akhriny ditambah dengan sunggingan dan prabot yang mewah.
  1. Wayang Wahyu
Digubah oleh Rusradi, seorang uru Penjas dari daerah kemlayan, Solol dimaksudkan untuk penyebaran agama Kristen pada bulan Oktober 157.
  1. Budaya Jawa sebagai Model Semiotik
Pada umumnya, orang Indonseia sepakat bahwa wayang kulit Jawa merupakan karaya seni budaya Jawa yang memiliki nilai adi luhun. Meskipun repertoirenya bersumber pada epos india; Ramayana dan Mahabahrata, wayang kulit Jawa telah digarap dan dimodifikasi oleh orang Jawa asli berdasarkan sikap budaya Jawa.
Seni teater menurut Frances Yates, ibarat lambing moral. Salah satu butir kesimpulan Grebstein tentang pendekatan sosio budaya terhadap sastra, yang dikutip oleh Sapr Djoko Damono, adalah sebagai berikut:
Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah sutu moral, baik dalam hubungan degnan orang –orang . karya sastra bukan meurpakan moral dalam arti yang sempit, yakni yang sesuai dengan suatu kode atau system tindak-tanduk tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa ia terliat dalam kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluative terhadapnya, dengan demikian sastra adalah eksperimen moral (Sapardi Djoko Damono, 1978: 5).
  1. Ketoprak
  1. Prakata
Ketoprak merupakan salah satu jenis seni pertunjukkan tradisional yang masih poetnsial untuk direaktualisasi, restrukturisasi, dan refungsionalisasi dalam zaman era pembangunan ini. Sifatnya yang lebih lewah dan dinamis daripada jenis Wayang Orang. Ketoprak muncul sejak sekitar tahun 1930-an.
  1. Asal Mula Ketoprak
Beberapa sumber yang dapat memberikan petunjuk asal mul ketoprak dapat dikemukakan di bawah ini:
  1. Berdasarkan laporan hasil penelitian Badan Kesenian jawatan kebudayaan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan Republik Indonesia, ketoprak lahir di Surakarta pada tahun 1908. Diciptakan oelh almarhum raden mas Temenggung Wreksodiningrat, pada saat ia mengaakan latiahn Ketoprak, dalam laithan tersebtu ia menggunakan alat ketabuah sebuah ‘lesung’, dan sebuah seruling.
  2. Berdasarkan buku Jawa dn Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tradisional: ketoprak merupakan tarian rakyat yang belum begitu tua usianya. Ketoprak merupakan drama tari kerakyatan yang sesungguhnya, diciptakan Raden Mas Tumenggung dari Surakarta tahun 1914.
  1. Periode Ketoprak
  1. Periode Ketoprak Lesung (1887-1925)
Ciri-cirinya:
  • Tetabuahan lesung
  • Tari (tari badutan, sederhana sekali)
  • Nyanyian atau tembang
  • Cerita (rakyat, petani)
  • Pakaian (sederhana, petani).
  1. Periode ketoprak Peralihan (1925-1927)
  • Tetabuhan campur (lesung, rebana, alat music barat)
  • Tari (dengan dialog dan improvisasi)
  • Nyanyian atau tembang
  • Cerita (rakyat, 1001 malam)k
  • Pakaian (pra-kostum, busana)
  • Rias (pra-make-up)
  1. Periode Ketoprak Gamelan.
  • Tetabuhan gamelan
  • Cerita (lebih luas, babad, sejarah, Panji, dll)
  • Nyanyian atau tembang improvisasi.
  • Pakaian
  • Rias (dasar-dasar make-up, disesuaikan dengan lakon).
  1. Sekilas sejarah perkembangan kelompok ketoprak
Untuk pertama kali pada tahun 1909 ketoprak dipentaskan di dalam kepatihan Surakarta pada saat upacara perkawinan Kanjen Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII dengan Gusti Bandara Raden Ajeng Retno Puwono. Pada tahun 1925 ketoprak mulai masuk ke Yogyakarta. Untuk pertama kali Ketoprak dipentaskan di Demangan Yogyakarta oleh Perkumpulan Ketoprak Krido Madyo Utomo (KMU) dari Surakarta yang pada waktu itu terkenal dengan sebutn grup ketoprak lesung. Sesudah peristiwa itu bermunculan grup-grup ketoprak di kampong-kampung dan di desa-desa di daerah Yogyakarta. Munculnya grup-grup itu baik di Surakarta maupun di Yogyakarta dapat dikategorikan ke dalam dua sifat penglolaannya, yaitu 1. Bersifat amatir professional. Kategori bersama bertujuan pembinaan dan pengembangankesenian ketorpak khussunya, sedang kategori kedua bertujuan untuk mencari nafkah.
  1. Ketoprak dalam Pembaharuan
Jika kita memperhatikan sejarah asal mula timbulnya ketoprak dan proses perkembangan selanjutnya, menunjukkan bahwa seni pertunjukan Teater Tradisional ketorparak memiliki ciri dan sifat lebih dinamis daripada seni pertunjukan yang keduanyan, baik ketoprak maupun wayang orang muncul, hidup, tumbuh, dan berkembang di bumi yang sama, yaitu Surakarta dan Yogyakarta, baru daerah lainnya.


BAB V
PENGKAJIAN, PENDEKATAN, GARAPAN, GAYA,
DAN TEKNIK PENGKAJIAN SENI DRAMA, TEATER, DAN FILM
Istilah ‘pengkajian’merupakan padanan dari istilah ‘telaan’ atau ‘study’ dalam bahasa inggris.
  1. Kehidupan telaah sastra adalah kehidupan meneliti, menelaah kehidupan, mencipta, cipta sastra dan peminat sastra dalam rangka menyusun teori sastra; dan pada gilirannya teori sastra dipergunakan penelaah untuk gilirannya teori sastra dipergunakan menelaah untuk menjelaskan dan meramalkan realitas suatu gejal atau peristiwa dalam rangka mencari kebenaran ilmiah.
  2. Jenis drama dibangun oleh dua aspek:
  1. Aspek literer, dikaji berdasarkan konvensi literer (biasanya lebih tanpak pada struktur naskah lakon).
  2. Aspek teateral, dikaji berdasarkan konvensi teater, (Biasanya lebih tanpak pada tekstur).
  1. Pengkajian drama yang utuh adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen yang membangun seluruh drama sebagai seni kompleks, kolektif, dan ansambel.
  2. Pengkajian teater adalah pengkajian seluruh unsure teater secara herarhis, keseluruhan, utuh dan padu.
  3. Pengkajian drama film lebih kompleks daripada dram teve, drama radio, atau drama penggung; karena berbeda media, sifat dan motivasi keberadaan film itu sendiri jika disbanding dengna bentuk dram yang lain.
  4. Sebagai teater, baik dram panggung, dram radio, drama teve, maupun drama film memiliki hakikat yang sama yaitu tikaian (konflik). Perbedaan terletak pada teknik garapan karena berbeda medianya.
  • Drama panggung bersifat tiga dimensi (lihatan, dengaran, rabaan/bauan/ciuman).
  • Drama teve dan drama film bersifat dua dimensional.
  • Drama radio bersifat monodimensional
  • Drama panggung teknik vocal dan teknik garapan domininan
  • Drama teve dan film di samping teknik vocal, akustik dan teknik gerak, jasa elektronik dan peralatan kamera canggih membantu.
  • Dram radio, teknik vocal dan akutik memegang peranan penting.
  1. Pendekatan merupakan alih bahasa dari kata ‘approcoach’ sedang padanan katanya adalah ‘hampiran’.
  2. Bermacam-macam pendekatan terhadap seni drama dan teater tergantung bagaiman oran gmeletakkan drama sebagai seni apa, misalnya: drama dan teater sebagai seni sastr;senirupa; seni peran; sni gerak; seni wicara,dll.
  3. Beberapa pendekatan sastra, antara lain: pendekatan struktural murni; structural baru; poststruktural atau dekonstruksi; semiotic; struktur genetic;dll.
  4. Perbedaan film dengan drama panggung, drama teve dan drama radio, terletak pada sifat, garapan, teknik, penyajian dan cara penikmatannya. Sedang kesamaannya terletak pada hakikat yaitu tikaian. Film dan jenis-jenis drama lainnya adalah seni kompleks-seni kolektif dan seni ansambel. Proses penjadiannya di samping melalui tahapan-tahapan, juga melibatkan hampir seluruh cabang seni dan non-seni. Pendekatan drama dan teater, dan film dilakukan dengan melibatkan aspek-aspek literer, aspek teateral, aspek artistic, aspek polessosobudhankam dan aspek ekstrinsik lainnya. Dengan kata lain pendekatan terhadap film melibatkan aspek tekstual dan kontektual.
  5. Jenis-jenis pendekatan menurut M.H. Abrams:
  • Pendekatan ekspresif
  • Pendekatan objektif
  • Pendekatan mimetic
  • Pedekatan pragmatic
  1. Konsepsi-konsepsi kerja yang disampaikan oleh para sutradara yang bertaraf nasional, yaitu:
  1. WS. Rendra dengan konsepsinya, “Kegagalan Dalam Kemiskinan: Teater Modern Indonesia”
  2. Putu Wijaya dengan konsepsinya, “Jalaan Pikiran Teater Mandiri: bertolah dari yang ada”
  3. Wahyu Sihombing dengan konsepsinya, “Masalah Sutradara adalah masalah penafsiran naskah dan casting.
  4. Pramana Padmadarmaya, dengan konsepsinya, “Ekspresi Global Melalui pendekatan intividul” dan “Pada pembinaan dasar seorang pemeran”.
  5. N.Riantiarno dengan konsepsinya, “kemarin atau nanti teater tanpa selesai”
  1. Drama-drama Literer misalnya:
Bebasari; Kertajaya; Lukisan Masa; Citra; Tuan Amin; Kejahatan membalas Dendam; Bunga Rumah Makan; Tumbang-tumbang; Malam Jahanam; Sekelumit Nyanyian Sunda; dan Domba-domba Revolusi.
  1. Drama sastra atau Drama Literer: drama yang ditulis oleh para sastrawan.
  2. Gaya ialah bentuk garapan yang telah mempunyai kekhasan.
  3. Beberapa gaya teater dan film antara lain:
  1. Gaya penyutradaraan WS. Rendra
  2. Gaya wayang orang dari berbagai daerah, gaya kethoprak dari berbagai daerah, gaya lenong, gaya ludruk, dan gaya Srimulat, dll.
  3. Teater topeng gaya Jawa dan Bali.
  4. Teater wayang gaya Surakarta, Semarang, Jawa Barat, dan lain-lain.
  5. Ontowacana wayang orang gaya Surakarta, Yogyakarta, dll.
  6. Teknik vocal gaya drama panggung, drama radio, drama teve, dan drama film
  7. Penyutradaraan film gaya masing-masing sutradara.
  8. Gaya para actor dan aktris yang beraneka ragam.
  1. Teknik bermain merupakan unsure yang penting dalam seni bermain drama.
  2. Teknik pementasan memerlukan keunikan jika ingin memperoleh kadar artistic.

BAB VI
PENGKAJIAN TEKS ATAU NASKAH LAKON
  1. Menurut teori filologi, teks klasik boleh dianggap barang abstrak, karena teks aslinya telah hilang. Naskah, yang sering dikacaukan dengan teks, sebenarnya merupakan turunan dari teks aslinya. Maka, teks bisa lebih tua daripada naskah yang mewakilinya.
  2. Tradisi ialah proses penyalinan atau penurunan teks asli did alma teori filologi.
  3. Kritik teks ialah pengkajian terhadap versi naskah, untuk memperoleh naskah aslinya – atau setidaknya naskah yang paling mendekati teks aslinya. Dan ini merupakan kerja awal dari proses pengkajian sebuah naskah – tidak terkecuali naskah lakon.
  4. Lakon adalah istilah lain dari ‘drama’, kata lakon berasal dari bahasa Jawa, yang berarti lampahan..
  5. Lakon (drama), bagi sastrawan merpakanjenis lain di samping puisi danprosa.
  6. Lakon sastra adalah lakon-lakon di mana kaidah-kaidah sastra dapat diharapkan sebagai sarana acuan dalam pengkajian lakon.
  7. Lakon ada yang memiliki naskah lakon, ada yang tidak, pementasan lakon lewat TVRI atau radio, biasnya biasanya dituntut adanya naskah lakon.
  8. Tahun 1910 dan 1933 merupakan periode pembaharuan atau periode renaissance. Dalam periode ini terjadi upaya penolakan terhadap proses pengekoran terhadap nilai-nilai budaya asing.
  9. Pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta berdirilah kelompok Teater “Maya”. Pendirinya adalah Usmar Ismail Almarhum. Tujuannya menegakkan kegiatan untuk kejayaan budaya Indonesia secara tegas. Di sinilah mulai timbulnya tradisi penulisan naskah lakon.
  10. Dua tokoh penting pada periode renaissance ialah:
  1. Usmar Ismail, pemimpin dan sutradara kelompok”Maya”
  2. Anjas Asmara, pemimpin dan sutradara Kelompok sandirwara “Cahaya Timur”.
  1. Zaman pendudukan Jepang, secara tidak langsung Jepang telah membawa perombakan dan pembaharuan yang positif terhadap perkembangan perteateran di Indonesia, khususnya di bidang penulisan naskah lakon. Pembaruan itu antara lain:
  1. Naskah-naskah lakon menjadi lebih terdokumentasi.
  2. Munculnya dengan jelas dan tegas komponen atau unsure sutradara yang berkedudukan dan berfungsi penuh.
  3. Corak, gaya dan jangkauannya telah berpijak pada bumi Indonesia; tetapi dalam dunia pentas masih berkiblat ke Barat.
  1. Dalam periode 1942 – 1945 masalah yang ditampilkan buka lagi masalah menusia lokalatau daerah denga budaya local (teknik), tetapi masalah manusia Indonesia dengan budaya Indonesia.
  2. Untuk keperluan sistematika dalam pengkajian terhadap periode terdisi penulisan naskah lakon di Indonesia, dapat dibedakan dalam dua kurun waktu:
  1. Kurun waktu naskah lakon Drama sastra
  2. Kurun waktu naskah lakon drama Tiratrikal/teateral.
  1. Penulis-penulis naskah lakon sebelum tahun 1967/1968 antara lain:
  1. Roestam Effendi : Bebasari (1926)
  2. Sanusi Pane : Airlangga (1928), Kertajaya (1932), Manusia Baru (1930), Sandyakalaning Majapahit ( 1933).
  3. Armyn Pane : Setahun di Bedahulu (1930), Lukisan Masa (1937), Negara Lenggang Kencana (1939), Jinak-jinak Merpati (1944), Barang Tiada Berharga (1945).
  4. Dll.
  1. Naskah-naskah lakon:
  1. Sebelum tahun 1967/1968 biasa disebut ‘naskah lakon sastra’
  2. Sesudah tahun 1967//1968 biasa disebut ‘naskah lakon sutradara’.
  1. Teater adalah seni kontekstual, pengkajiannya dapat dilaksanakan melalui pendekatan interdisipliner yang meliatkan ilmu-ilmu bantu sebagai penunjangnya.
  2. Naskah lakon yang masih pralakon, baru menjadi lakon yang sebenarnya apabila sudah dipentaskan.
  3. Dalam proses pendekatan, pengkajian, pemahaman dan penikmatan, seni drama dan teater, dan juga film, kita harus mempertimbangkan:
  1. Aspek intrinsic:
  • Aspek literer yang tampak dalam struktur
  • Aspek teateral yang tampak dalam tekstur dan pemanggungannya.
  1. Aspek ekstrinsik:
Aspek konteks yang tampak dalam factor-faktor penunjang yang berfungsi sebagai variable-variabel semiotic, menunjang dan pendukung proses penjadian taeater.
  1. Jika naskah lakon jenis prosa dan puisi umumnya sudah selesai dalam dirinya maka jenis drama barulah sempurna apabial sudah dipentaskan.

-------------------------------------------------------
DOWNLOAD Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto  DOWNLOAD




Semoga artikel Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto bermanfaat

Salam hangat Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Sifat ramalan kali ini.

Baca juga artikel berikut


Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Resume Buku "Pengkajian Drama I" Karya Soediro Satoto"

Posting Komentar