Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannyan, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya.
Misalnya, fonem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan berbunyi /o/ (bodoh, balok, kolong) dan kalau berada pasa silabel terbuka akan berbunyi /o/ (obat, orang). Perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ menjadi fonem lain.
Dalam beberapa kasus lain, dalam bahasa-bahasa tertentu dijumpai perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu menjadi fonem yang lain. (Chaer, 2007: 132)
Perubahan fonem pada contoh di atas merupakan proses fonologis atau proses morfofonemik. Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi. Proses fonologis dapat berwujud: (1) asimilasi, (2) netralisasi, (3) diftongisasi, (4) monoftongisasi, (5) epentesis, (6) metatesis, (7) pemunculan fonem, (8) pelesapan fonem, (9) peluluhan, (10) perubahan fonem, dan (11) pergeseran fonem.
1. Asimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata Sabtu biasa diucapkan [saptu], di mana bunyi /b/ berubah menjadi /p/ karena pengaruh bunyi /t/.
2. Netralisasi
Dalam bahasa Belanda kata hard dilafalkan [hart]. Dalam bahasa Belanda adanya bunyi /t/ pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil netralisasi. Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ disebut arkifonem. Contoh lainnya, dalan bahasa Indonesia kata jawab diucapkan [jawap]; tetapi bila diberi akhiran –an bentuknya menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa berupa /b/ atau /p/.
3. Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.
Perubahan fonem pada contoh di atas merupakan proses fonologis atau proses morfofonemik. Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi. Proses fonologis dapat berwujud: (1) asimilasi, (2) netralisasi, (3) diftongisasi, (4) monoftongisasi, (5) epentesis, (6) metatesis, (7) pemunculan fonem, (8) pelesapan fonem, (9) peluluhan, (10) perubahan fonem, dan (11) pergeseran fonem.
1. Asimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata Sabtu biasa diucapkan [saptu], di mana bunyi /b/ berubah menjadi /p/ karena pengaruh bunyi /t/.
2. Netralisasi
Dalam bahasa Belanda kata hard dilafalkan [hart]. Dalam bahasa Belanda adanya bunyi /t/ pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil netralisasi. Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ disebut arkifonem. Contoh lainnya, dalan bahasa Indonesia kata jawab diucapkan [jawap]; tetapi bila diberi akhiran –an bentuknya menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa berupa /b/ atau /p/.
3. Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.
Kata anggota diucapkan [aŋgauta], sentosa diucapkan [səntausa]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal tunggal /o/ ke vokal rangkap /au/. Hal ini terjadi karena adanya upaya analogi penutur dalam rangka pemurnian bunyi pada kata tersebut. Bahkan, dalam penulisannya pun disesuaikan dengan ucapannya, yaitu anggauta dan sentausa. Contoh lain: teladan menjadi tauladan [tauladan] = vokal /ə/ menjadi /au/.
4. Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi adalah monoftongisasi, yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.
Kata ramai diucapkan [rame], petai diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap /ai/ ke vokal tunggal /e/. Penulisannya pun disesuaikan menjadi rame dan pete. Contoh lain: satai menjadi [sate].
5. Epentesis
Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
- ada kapak di samping kampak
- ada sajak di samping sanjak
- ada upama di samping umpama
- ada jumblah di samping jumlah
- ada sampi di samping sapi
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis ini tidak banyak. Hanya beberapa kata saja. Misalnya: selain jalur ada kata lajur, selain kolar ada koral, selain berantas ada banteras.
7. Pemunculan Fonem
Pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan, perubahan fonem, dan pergeseran fonem biasa terjadi pada proses afiksasi. Afiksasi ialah proses pembubuhan afiks pada suatu bentuk baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata-kata baru (Rohmadi dkk, 2009: 41)
Pemunculan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi membaca; di mana terlihat muncul konsonan sengau /m/. Juga dalam kata harian yang diucapkan [hariyan] di mana terlihat muncul konsonan /y/. Contoh pemunculan fonem yang lain adalah sebagai berikut.
- /ke - an/ + /tingi/ = [kətingiyan]
- /pe - an/ + /nanti/ = [pənantiyan]
- /ke - an/ + /pulau/ = [kəpulauwan]
- /me-/ + /beli/ = [məmbəli]
- /me- / + /dapat/ = [məndapat]
Pelesapan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan akhiran -wan pada kata sejarah sehingga menjadi sejarawan di mana fonem /h/ pada kata sejarah itu menjadi hilang. Contoh pemunculan fonem yang lain adalah sebagai berikut.
- /anak/ + /-nda/ = [ananda]
- /ber-/ + /kerja/ = [bəkərja]
Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada kata sikat; di mana fonem /s/ pada kata sikat diluluhkan dan disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dari perfiks tersebut. Contoh proses peluluhan fonem yang lain adalah:
- /me-/ + /karang/ = [məŋaran]
- /me-kan/ + /kirim/ = [məŋirimkan]
- /me-/ + /pilih/ = [məmilih]
- /me-kan/ + /saksi/ = [mənyaksikan]
- /me-/ + /tata/ = [mənata]
- /me-i/ + /telusur/ = [mənəlusuri]
Proses perubahan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks ber- pada kata ajar; di mana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/. contoh lain dalam bahasa Arab, dalam penggabungan artikulus al dengan kata rahman berubah menjadi arrahman di mana fonem /l/ berubah menjadi fonem /r/.
11. Pergeseran Fonem
Proses pergeseran fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke silabel berikutnya. Peristiwa itu dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab di mana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/. Juga dalam proses pengimbuhan sufiks /i/ pada kata lompat di mana fonem /t/ yang semula berada pada silabel /pat/ pindah ke silabel /ti/.
- ja.wab + -an = ja.wa.ban
- lom.pat + -i = lom.pa.ti
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Rohmadi dkk. 2009. Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka
*Oleh : Sukrisno Santoso, Maret 2010
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Rohmadi dkk. 2009. Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka
*Oleh : Sukrisno Santoso, Maret 2010
Semoga artikel Proses Fonologis bermanfaat
Salam hangat Proses Fonologis, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan Sifat ramalan kali ini.
0 Response to "Proses Fonologis"
Posting Komentar